CERITA-CERITA MENARIK KARANGAN CHUUI
Awal
Kabar
Tentang CHUUI
Cerita 1
Cerita 2
Cerita 3
Cerita 4
Cerita 5
Cerita 6
Cerita 7
Cerita 8
Cerita 9
Cerita 10
Cerita 11
Cerita 12
Cerita 13
Cerita 14
Cerita 15
Cerita 16
Cerita 18
Cerita Belum Selesai #1
Cerita Belum Selesai #2
Cerita Belum Selesai #3
Cerita Belum Selesai #4
Cerita Belum Selesai #5
Cerita Belum Selesai #6
Cerita Belum Selesai #7
Pengalaman yang Menyenangkan Hati

Cerita Belum/Tidak Selesai #3

Rabu sore yang remang-remang merupakan pertanda dimulainya pelajaran terakhir hari tersebut di kelas akselerasi, yaitu Pelajaran Bahasa Indonesia. Guru Bahasa pun masuk ke dalam kelas, kemudian mengucapkan salam. Ia mengumumkan bahwa ia akan membahas Ejaan Yang Disempurnakan hari ini. Lalu ia menuliskan kata-kata baku maupun tidak baku pada papan tulis. Tugas kami adalah menentukan mana yang ejaannya benar dan tidak benar.

Kami mengerjakannya dengan penuh semangat. Beberapa menit kemudian, kata-kata tersebut pun dibahas oleh Sang Guru. Guru itu membahas perlahan-lahan dari baris yang atas sampai dengan yang bawah. Sampai akhirnya tibalah masa untuk membahas kata Negeri China. Guru itu menganggap betul Negeri China, namun siswa-siswi memprotes. Kami pun berdebat dengan Bu Guru.

Bu, yang betul gak pake huruf h, Ibu! sanggah salah seorang siswa.

Iya, betul! kata siswa yang lain, mendukung.

Berjam-jam lamanya ribuan sanggahan dan kritik menghujan pada Sang Guru. Akhirnya Sang Guru pun menjelaskan dengan segala kearifan, segala kesabarannya, atau lebih tepat disebut sebagai segala kesoktahuannya, Meskipun ejaan dalam bahasa Indonesia tidak dapat menerima kata-kata yang tidak lazim, ada pengecualian untuk beberapa kata yang sudah dianggap benar oleh masyarakat luas, seperti Negeri China ini.

Guru itu menjelaskan panjang lebar, dan akhirnya siswa-siswi pun memaklumi. Guru yang merasa menang itu cepat-cepat melanjutkan untuk membahas kata selanjutnya agar tidak diprotes lagi. Namun sayang, seorang siswa maju ke depan secepat kilat, menunjukkan buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan & Pedoman Umum Pembentukan Istilah kepada Sang Guru. Ia sok membela teman-temannya, namun teman-temannya tak ada satu pun yang keberatan. Pada buku itu jelas sekali tercetak tulisan Negeri Cina, sehingga guru itu terkejut bukan main.

Tanggapan akhir yang diberikan oleh guru itu hanyalah kata Oh iya. Guru itu juga berusaha untuk menutupi rasa malunya dengan cara cepat-cepat meneruskan pembahasan.

Pelajaran kemudian berlangsung dengan cepatnya (karena mengerjakan tugas yang banyak) sampai akhirnya siswa-siswi diperkenankan untuk pulang.

Murid-murid ber-hamburan keluar dari ruang kelas. Namun ada beberapa murid yang tersisa di dalam kelas. Salah satu dari murid yang tersisa itu adalah murid laki-laki yang telah membela teman-temannya tadi. Ia duduk di sudut kelas, tampak murung. Murid yang tersisa yang lainnya adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan. Murid yang laki-laki bertanya kepada si pembela murid akselerasi.

                   A, Dari tadi Engkau hanya murung sahaja. Sebenarnya apakah yang Engkau pikirkan?

                   Aku tidak memikirkan apa-apa! jawab A ketus.

                   Janganlah begitu, kata murid yang perempuan membujuk, ceritakanlah kegundahan yang ada di hatimu, agar tenang batinmu.

                   Berkali-kali mereka berdua membujuk A. Dan setelah beberapa lama, akhirnya ia mau bercerita.

                   Mereka semua... murid-murid kelas ini, kata A menghela napas, tak punya rasa terima kasih sedikit pun padaku. Mereka terlalu membenciku, memusuhiku, meskipun aku telah menolong mereka.

                   Mungkin Engkau sebaiknya... kata murid yang laki-laki.

                   Dengarkan dulu! Sebenarnya apa yang telah membuatku dibenci di kelas ini?

                   Aku tak tahu... tetapi tenang, kami tidak akan memusuhimu... kata murid yang perempuan menghibur.

                   Bohong! bantah A. Kurasa kalian termasuk salah satu dari mereka!

                   Tapi kami tidak termasuk salah satu dari mereka! kata murid yang laki-laki. Kami...

                   Sudahlah, kata murid yang perempuan, kami memang salah satu dari mereka. Kami memang membencimu.

                   Langsung saja murid perempuan itu menarik lengan murid yang laki-laki, kemudian mengajaknya keluar dari ruangan, meninggalkan A.

                   Ruang kelas menjadi sepi. Setelah beberapa lama, A pun bangkit, mematikan lampu, keluar dari ruang kelas, dan menutup pintu.

                   Kini ruang kelas pun gelap dan kosong. Suasananya mencekam....


Enter supporting content here