CERITA-CERITA MENARIK KARANGAN CHUUI
Awal
Kabar
Tentang CHUUI
Cerita 1
Cerita 2
Cerita 3
Cerita 4
Cerita 5
Cerita 6
Cerita 7
Cerita 8
Cerita 9
Cerita 10
Cerita 11
Cerita 12
Cerita 13
Cerita 14
Cerita 15
Cerita 16
Cerita 18
Cerita Belum Selesai #1
Cerita Belum Selesai #2
Cerita Belum Selesai #3
Cerita Belum Selesai #4
Cerita Belum Selesai #5
Cerita Belum Selesai #6
Cerita Belum Selesai #7
EMANSIPASI

Cerita Keenam Belas

[Loh? Mana si Bisma?] pikir Irfin sambil membuka matanya.

Ternyata ia telah bermimpi. Mimpinya menyenangkan sekali. Ia diserang oleh monster menyeramkan, dan Bisma menyelamatkannya. Kemudian latar berubah menjadi padang bunga yang luas, dan mereka berdua bermesra-mesraan.

              [Sial! Coba beneran.] pikirnya dengan sangat menyesal.

              Dengan enggan, Irfin berusaha mengangkat badan gemuknya dan melihat jam di sebelah tempat tidurnya.

[Ah, masih pagi] pikirnya. Namun karena takut terlambat ke sekolah, ia melawan rasa kantuk dan langsung meninggalkan tempat tidurnya.

              Irfin segera mengerjakan aktivitas sebelum berangkat sekolah seperti biasanya. Setelah mandi ia mengenakan handuk sampai menutupi dadanya sedangkan pahanya terpamerkan. Kemudian ia masuk ke dalam kamarnya dan bercermin, memandang wajahnya yang penuh lemak yang menumpuk di pipinya sehingga matanya sipit.

[Muka gue sama aja dari dulu sampe sekarang....] pikir Irfin kecewa. Mungkin ia berharap agar kelak parasnya menjadi cantik.

Irfin tidak menyisir rambutnya, karena rambutnya yang agak ikal, tinggi, lebat, dan tebal tak perlu disisir. Ia juga mengenakan baju olahraga sekolah, dan seperti biasa, celana panjangnya dinaikkan setinggi-tingginya.

              Setelah itu Irfin sarapan dengan lahapnya. Berpiring-piring makanan memenuhi perut buncitnya, sehingga kalau berjalan atau berlari, perutnya yang elastis dan gemuk berisi akan bergoyang-goyang. Dan untuk menyembunyikan goyangan perut inilah Irfin menaikkan celananya setinggi mungkin.

              Sambil melahap makanan, Irfin melirik jam...

              Jam enam!? serunya dengan kaget saat melihat jam di ruang makan. Jam yang satu lagi juga jam enam!!! Berarti jam yang di kamar tadi salah.

              Dengan gelisah dan panik, Irfin bersusah payah berusaha menggerakkan badannya, meraih tasnya, dan masuk ke mobil.

[Aduh gimana nih, gue bisa telat] pikirnya. Mobil langsung bergerak dan melaju sepanjang jalanan yang sepi. Tak lama kemudian, jam sudah menunjukkan pukul 06.08, saat Irfin sudah sampai di By-Pass. Namun sayangnya, di depan terlihat mobil-mobil yang berhenti. Ternyata lampu lalu lintas masih menunjukkan warna merah. Untunglah lampu lalu lintas itu segera memindahkan cahayanya ke lingkaran hijau. Mobil-mobil pun langsung bergerak. Tapi lagi-lagi sayang sekali. Saat Irfin sudah hampir terbebas dari kemacetan itu, warna hijau telah lenyap dan digantikan oleh warna merah. Terpaksa mobil Irfin berhenti lagi.

              Sementara itu jam sudah menunjukkan pukul 06.15. Irfin semakin gelisah dan panik. Setelah beberapa menit, lampu lalu lintas kembali hijau. Langsung saja mobil Irfin melesat ke kanan kemudian melaju menempuh Jalan Pemuda yang agak sepi. Tetapi di putarbalikan, arus lalu lintas kembali macet. Karena kepanikannya sudah mencapai taraf maksimal, Irfin pun menangis dengan cengeng (melolong-lolong).

              Sepanjang sisa perjalanan, Irfin terus menangis sampai akhirnya mobil berhenti di dekat pintu gerbang utama kompleks Labschool. Cepat-cepat Irfin keluar dari mobil dan berlari dengan gelisah dan panik menempuh halaman parkir depan Labschool. Akhirnya ia tiba di lapangan SMU Labschool yang sudah diisi anak-anak yang berbaris rapi. Dengan cara berlarinya yang seperti ayam yang lari terbirit-birit, Irfin berlari menuju tribun di belakang barisan anak-anak. Ia meletakkan tasnya di tribun dan berlari menuju barisan.

Sebelum sampai di barisan, ia teringat sesuatu. Ia masih mengenakan sepatu, padahal peraturan di SMU Labschool menyatakan bahwa saat lari Jumat pagi, siswa LELAKI tidak boleh mengenakan alas kaki. Yang menjadi keraguan adalah: Apakah Irfin harus melepas sepatunya atau tidak. Akhirnya daripada dimarahi oleh kakak-kakak OSIS, ia memilih untuk menanggalkan sepatunya karena ia merasa lebih condong kepada LELAKI.

Irfin langsung kembali ke tribun dan melepas sepatu dan kaus kakinya cepat-cepat. Seperti biasa, ekspresinya gelisah dan panik khas Irfin. Kemudian ia berlari menuju barisan. Namun salah seorang kakak OSIS menyuruhnya untuk memisahkan diri dari barisan dan membuat barisan baru yang khusus untuk anak-anak yang terlambat.

Melihat aksi gelisah dan panik Irfin mulai dari awal memasuki lapangan SMU Labschool sampai membuat barisan baru, sebagian anak terkikik. Irfin MENDENGAR-nya, namun tak ia hiraukan. Tak lama kemudian pemanasan pun dimulai. Setelah selesai, salah seorang kakak OSIS mengumumkan untuk membuat barisan dua banjar, perempuan di kiri dan laki-laki di kanan. Anak-anak pun mulai membuat barisan panjang (Irfin di kanan).

Saat sedang menempatkan diri dalam barisan, Irfin bertemu Fajrisatu-satunya teman dekat Irfin dalam angkatannya yang terdiri lebih dari dua ratus siswa. Irfin merasakan sedikit kebahagiaan dalam dirinya setelah bertemu sahabatnya, meskipun dalam barisan mereka terpisah jauh.

Kegiatan lari pagi pun dimulai. Anak-anak tampak mulai bergerak setengah berlari ke depan perlahan-lahan. Mereka memasuki lorong agak luas antara gedung baru Labschool dengan kantin SMU Labschool, melewatinya, dan tiba di halaman parkir depan Labschool. Kemudian mereka berjalan menuju pintu gerbang utama kompleks Labschool. Dari situ, mereka mulai berlari menempuh tepian Jalan Pemuda, menuju By-Pass.

Pertama-tama, Irfin berlari dengan penuh semangat. Dia sama sekali belum merasakan penderitaan berlari. Tak lama setelah itu, dia melihat sosok yang familiar di depannya. Ternyata sosok itu adalah Irang, sahabat yang sudah berkhianat padanyajelas saja berkhianat, semua orang yang berteman dengan Irfin pasti akan lari darinya ^_^.

Bagaimana prosesnya sampai Irang menjauhi Irfin? Ceritanya panjang.... Pada hari pertama masuk SMU Labschool, Irfin mendekatimemikatIrang. Mungkin tujuannya untuk pendekatan atau sekedar mendapatkan teman barubukan, bukan teman baru tetapi teman. Mereka pun terus mengobrol dan berteman. Mereka juga bergabung dengan Bisma dan Micky. Irfin juga mengharuskan mereka bertiga untuk berteman hanya dengan dia dan lingkungannya. Akibatnya pergaulan mereka bertiga menjadi sempit. Sampai pada suatu hari, Irang, Micky, dan Bisma mendapat tawaran untuk masuk kelas akselerasi, sedangkan Irfin tidak. Kelas akselerasi adalah kelas tempat murid akselerasi menyelesaikan jenjang pendidikan SMU dalam waktu dua tahun. Tentu saja Irfin yang telah mendapatkan teman baru itu tidak bisa menerimanya. Selama SMP ia tidak memiliki teman. Dan di SMU ini ia telah berhasil mengumpulkan tiga orang teman. Namun malangnya tiga orang teman itu pun berpisah dengannya. Mengapa harus teman-teman Irfin yang terpilih menjadi calon siswa akselerasi!? Bukankah masih banyak orang lain!? Bukan begitu, program akselerasi membutuhkan siswa-siswa berprestasi sebagai motor penggerakrobotnya. Dan yang menyakitkan mengapa Irfin harus salah mengumpulkan teman, yang sebenarnya hanya akan menyakitkannya!? Kasihan memang, Irfin baru pertama kali mendapatkan teman-teman yang membawa harapan besar, tetapi langsung ditinggalkan begitu saja. Hancur sudah hatinya.... Irfin pun berpura-pura benci dan menjauhi mereka. Ia bertekad untuk memutuskan tali silaturahmi (MENCAMPAKKAN), padahal sebenarnya Irfin sangat sedih karena kesepian. Namun tidak selamanya perpisahan menyakitkan, karena akhirnya Irang, Micky (penulis), dan Bisma telah berjanji untuk sering-sering mengunjungi Irfin dan bermain bersamanya. Irfin pun menyambung kembali tali silaturahmi di antara mereka. Selain itu, calon-calon siswa akselerasi itu akan disaring lagi agar layak mengikuti program akselerasi. Jadi ada kemungkinan salah satu atau ketiga calon akselerari yang merupakan teman Irfin itu tidak lolos tes. Irfin pun kembali bersemangat lagi. Akhirnya Irang dan Micky diterima, sedangkan Bisma tidak. Irang dan Micky pun meninggalkan kelas mereka. Irfin pun kembali memutuskan tali silaturahminya antara dirinya dengan mereka berdua. Bahkan mereka berdua sampai memohon-mohon agar Irfin menyambung kembali tali silaturahmi mereka. Kemudian, sementara mereka mengikuti akselerasi, hubungan persahabatan antara Irfin dengan Bisma semakin erat, bahkan telah melewati batas kewajaran. Irfin terus menerus mendekati Bisma yang sedikit pun tidak menerima cinta Irfin ^_^, dan akhirnya ia menyerah. Ini memiliki arti bahwa secara tidak langsung tali silaturahmi antara Irfin dengan Bisma telah putus. Oleh karena itu, Irfin bermaksud untuk menyambung kembali tali persaudaraan antara dirinya dengan dua orang siswa akselerasi tadi, yang sebelumnya telah diputuskan tali persaudaraannya. Dua orang itu menerima pernyataan damai Irfin, dan mereka pun kembali bersahabat. Namun... di sinilah masalahnya mulai muncul. Lama-kelamaan sifat asli Irfin yang feminin mulai terlihat. Dan akhirnya dua orang itu menyadarinya. Sejak saat itu, dua orang itu sering membicarakan kejelekan Irfin, bahkan kejelekan itu telah disebarluaskan kepada siswa-siswa aksel lainnyadan beberapa siswa kelas 1A-1F. Dan tanpa sadar, Irang  dan Micky sudah tidak menganggap Irfin sebagai teman baik lagiatau dengan kata lain, MENCAMPAKKAN dan BERKHIANAT.

Kembali lagi ke inti cerita....

[Kesempatan!] pikir Irfin, yang mendadak mendapat ide untuk melakukan sesuatu yang biasa dilakukannya (khas Irfin). Dengan penuh antusias dan nafsu yang menggebu-gebu, Irfin menambah kecepatan dan mendekati Irang, kemudian menyenggol bahu Irang dengan ayunan bahunya. Namun sayang sekali Irang tidak terpental. Justru sebaliknya, Irfinlah yang terpental agak jauh sampai jatuh. Inilah penderitaan pertama. Sepertinya badan Irang terlalu keras sehingga sulit untuk dipentalkan.

Begitulah cara Irfin untuk membalas dendam kepada teman-teman yang berkhianat darinya. Ia merasa SENANG jika mangsanya menderita. Namun kadang-kadang cara itu juga berarti semacam ungkapan manja ataupun pendekatan. Jika maksudnya adalah manja atau pendekatan, Irfin berharap agar orang yang disenggolnya juga balas menyenggolnya. Jadi mereka akan bahu-membahu, atau dengan kata lain, bersenggol-senggol ria.

Jatuh yang dialaminya yang didukung lagi oleh porsi makanannya yang banyak, menyebabkan Irfin merasa mual. Dengan gelisah dan panik serta bersusah payah, Irfin berusaha mati-matian menahan muntah. Namun malang tak dapat ditolak. Tak bisa dicegah lagi, makanan yang memenuhi lambung Irfin pun naik ke kerongkongan dan menyembur keluar dari mulut Irfin.

HOEEEK!!! Makanan yang sudah mencair itu berceceran menggenangi aspal di sekitar Irfin. Ini bisa disebut sebagai penderitaan kedua.

Bagaimana reaksi anak-anak begitu melihat Irfin yang terjatuh dan muntah? Biasa saja, mereka tidak menghiraukan Irfin dan terus berlari, meskipun ada beberapa anak yang merasa jijik pada muntah Irfin.

Dengan penuh perjuangan, Irfin berusaha mengangkat badan gemuknya yang berat. Tetapi sayang, begitu dia sudah hampir berdiri, seseorang dari belakang secara SENGAJA menabraknyakeras sekali sehingga Irfin terpental sekali lagi ke depan, namun kali ini tidak jatuh. Sepertinya yang menabrak itu menyimpan dendam besar terhadap Irfin, atau hanya iseng saja? Tetapi itu tidak penting, yang penting adalah penderitaan-penderitaan yang sudah dialami Irfin, meskipun 1/5 dari lintasan saja belum ditempuhnya. Belum lagi penderitaan-penderitaan selanjutnya yang menanti.

Irfin pun kembali berlari. Setelah beberapa lama berlari, ia melihat Bisma dan Inu. Inu adalah salah seorang murid berfaham individualis dari kelas 1G (G = akselerasi = aksel). Sekarang ia kebingungan, harus memilih yang mana. Bisma bisa disenggolnya kapan saja, sedangkan Inu tidak. Oleh karena itu, tanpa ragu-ragu Irfin melesat ke arah Inu. Salah satu peraturan dalam lari Jumat pagi adalah: barisan lari hanya boleh terdiri dari dua banjar. Namun Irfin melanggarnya. Ia menempelkan dirinya di samping kanan Inu sehingga ia tidak masuk dalam barisan laki-laki maupun perempuan. Nah, seharusnya OSIS menyuruh adik-adik kelasnya untuk membuat tiga banjar, agar orang berjenis peralihan seperti Irfin mempunyai tempat tersendiri ^_^.

Kali ini Irfin tak berani menyenggol-nyenggol lagitakut terpental untuk ketiga kalinya. Ia hanya memepet-mepetkan/mencondong-condongkan badannya ke arah Inu, sehingga Inu terdesak. Karena merasa jijik, Inu menambah kecepatan agar dapat terbebas dari sandaran Irfin yang sepertinya memiliki maksud manja, merayu, pendekatan, atau entah apa.

Karena Inu berhasil menghindar, Irfin kehilangan keseimbangan. Ia akan terjatuh ke kiri dan kepalanya terbaring di tangan seorang anak perempuan.

[Hiii...! Cewek!] hati Irfin berseru, merasa jijik. Sepertinya ia berharap agar bisa terjatuh pada tangan lelaki sejati, bukannya didekati oleh perempuan (memangnya ada perempuan yang mau mendekati Irfin!?).

Tetapi ironisnya, anak perempuan itu justru melepas pangkuan tangannya. Tatapannya menyimpan dendam besar kepada Irfin. Sepertinya anak itu merasa senang jika Irfin terjatuh. Dan Irfin memang jatuhcukup keras sehingga ia merasa kesakitan.

Aduh, sakit......... keluh Irfin manja, dengan nada merayu yang menjijikkan.

Dan sayang sekali, si anak perempuan itu tidak mempedulikan rayuan Irfin. Ia melangkahi Irfin dan kembali berlari. Sedangkan Irfin dengan terpaksa berusaha berdiri kemudian kembali berlari.

Belum pernah dalam kegiatan lari Jumat pagi Irfin mengalami kesialankepedihanyang berturut-turut dan mendalam seperti ini. Irfin merasakan di dalam hatinya muncul setitik kesedihan, yang akhirnya menyebar ke seluruh hatinya, mengalir melalui sistem saraf motorik menuju matanya. Matanya pun dibasahi air mata, tak berhenti mengalir, membanjiri aspal yang diinjaknya. Ia melanjutkan berlari dengan wajah yang merah karena tangisannya yang tersedu-sedu. Ia juga sedikit melolong, mungkin dimaksudkan untuk mencari perhatian lelaki yang diharapkan akan peduli padanya. Namun sayang sekali, tak ada yang peduli. Jangankan lelaki, perempuan sekalipun tak mempedulikannya. Memang ada beberapa anak perempuan yang sedikit kasihan dan jengkel, mencela, Ya ampun... Irfin nangis..., Cowok kok nangis?, Cowok apa bukan sih tuh? Tetapi mereka tidak berbuat apa-apahanya mencela saja. Kemudian ada beberapa anak lain (lelaki dan perempuan) yang merasa jijik melihat tangisan Irfintangisan cengeng seseorang yang berjenis peralihan.

Mengetahui tak ada yang peduli padanya, tangis Irfin semakin menjadi-jadi. Tetapi belum lama ia menangis, air matanya menghilang, tertutup oleh rasa letih. Irfin merasa sangat menderita karena mau tak mau harus berlari dengan cepat, dan lagi lintasannya masih panjang. Inilah yang dinamakan penderitaan ketiga.

Akhirnya setelah Irfin mengalami penderitaan selama sekitar setengah jam lebih, kegiatan lari Jumat pagi berakhir. Semua anak telah sampai di lapangan SMU Labschool. Semuanya diharuskan untuk berbaris dan melakukan pendinginan. Karena pada saat itu musik sedang diperdengarkan, gerakan pendinginannya mengikuti irama musik. Dan tampaknya Irfin sangat menikmati pendinginan ini.

Setelah beberapa menit, anak-anak diperbolehkan duduk di tribun untuk menonton pertandingan olahraga (bola dan basket) sambil menikmati musik yang diputar. Seperti biasa, Irang, Bisma, Micky (ditambah Ari dan Randhy) mengambil tempat di tribun #2 yang letaknya dekat dengan tribun #1. Karena tak punya teman yang bisa diajak mengobrol dengan leluasa, Irfin mengambil tempat yang cukup dekat dengan Irang, Bisma, dan Micky.

Semula Irfin mengira mereka akan mengajaknya mengobrol, tetapi sebaliknya mereka malah meledek-ledeknya. Misalnya nyanyian Micky dan Ari dengan nada Shalawat Badar, Kami tim Yusuf Qardhawi, datang ke sini ikut PILAR, kami pasti jadi santri, yang beriman dan berbudi.... Nyanyian itu adalah yel-yel yang dibuat Irfin dengan terpaksa pada saat pesantren PILAR, karena ia sebagai ketua kelompok 6 - Yusuf Qardhawi dipaksa oleh anggota-anggota kelompoknya untuk secepatnya membuat yel-yel yang islami.

Irfin agak terganggu dengan ledekan itu. Ia langsung mengomel pada dua orang itu.

Diem lo, berisik! Gue lagi nonton!

Ari dan Micky tertegun sejenak. Memangnya siapa yang peduli dengan apa yang sedang dilakukan Irfin? Bukan... bukan hanya itu, ada yang lebih aneh... kata NONTON. Sejak kapan Irfin menyukai olahraga seperti itu? Padahal ia pernah menyatakan kebenciannya terhadap bola kepada Micky pada saat Masa Orientasi Siswa (tiga hari pertama SMU Labschool untuk penyesuaian siswa). Akhirnya Micky dan Ari memutuskan untuk diam saja.

Sepertinya ada secercah cahaya kejantanan yang muncul di hatinya. Micky yang menyadari hal ini langsung memberitahu teman-temannya, dan juga mendapat ide untuk edisi terbaru Articaccell (artikel aksel).

Tidak terasa anak-anak yang duduk di tribun sudah diperbolehkan untuk kembali ke kelas masing-masing untuk ganti baju. Irfin pun berjalan sepanjang perjalanan ke kelas dengan walkstyle uniknyakhas Irfinyang menarik. Celananya masih dinaikkan, badannya agak condong ke belakang, tangannya terayun ke depan dan ke belakang dengan kaku, dan pinggulnya bergoyang-goyang seiring dengan tekukan kakinya sebelum menghentak-hentak lantai. Tetapi ada yang kurang... tak ada Bismasatu-satunya teman Irfin di kelas, meskipun sebenarnya Bisma sudah lama berkhianat. Akhirnya Irfin mendapati Bisma sedang asyik mengobrol dengan Irang sambil berjalan, namun sepertinya Irfin tidak begitu mempedulikannya. Irfin pun mempercepat langkahnya menuju kelas. Sebelum mencapai kelas, ia harus mendaki berpuluh-puluh anak tangga yang membentang dari lantai satu sampai lantai tiga. Cukup melelahkan memang, tetapi saat ini hal itu tidak begitu membeban. Ada beban lain yang sebentar lagi akan dipikulnya, yaitu ganti baju bersama anak-anak lelaki yang lain, baik yang sekelas maupun yang tidak sekelas. Pada saat ganti baju itu, ia sudah tahu akan dikerjaidigodaoleh anak-anak lainnya.

Setelah selesai menempuh puluhan anak tangga, Irfin berjalan menempuh koridor lantai tiga menuju kelas 1F, dengan gaya khas Irfin tentunya. Setelah sampai di kelas, ia melihat beberapa anak lelaki yang sedang ganti baju. Cepat-cepat ia menjangkau mejanya yang dekat dengan pintu kelas, mengambil pakaian gantinya, kemudian keluar dari kelas untuk ganti baju di kamar mandi pria yang terletak tepat di sebelah kelasnya. Irfin memilih kamar mandi pria karena ia merasa lebih condong kepada lelaki.

Kamar mandi lantai tiga memang cukup penuh oleh anak-anak yang sedang berganti pakaian, tetapi Irfin nekad. Di dalam ruangan itu, ia melepas bajunya, dan langsung mengenakan baju koko. Celana olahraganya pun segera diturunkan dan digantikan oleh celana SMU. Secepatnya ia meninggalkan kamar mandi dan menuju kelasnya. Sekian kilogram pun hilang dari pikulannya.

Inilah saat untuk bermain-main bagi Irfin. Bermain maksudnya adalah mengobrol sambil bercanda. Tentu saja mengobrolnya tidak wajar. Irfin pasti mengajak ngobrol lawan bicaranya (terutama lelaki) sampai jarak yang dekat sekali. Tujuan dekat-dekat ini hampir sama dengan tujuan bahu-membahu dan mepet-mepet, yaitu pendekatan dan ungkapan rasa manja. Tetapi cara mengobrol ini tidak bertujuan membalas dendam. Cara mengobrol seperti ini sudah tentu membuat lawan bicaranya cepat-cepat mengakhiri obrolan.

Pertama, Irfin mengajak Bisma mengobrol, tetapi sayangnya untuk kali ini Bisma menanggapinya dengan pandangan meremehkan. Sepertinya Bisma sudah terpengaruh oleh gerakan anti-Irfin yang dipelopori oleh Micky.

[Tenang, tenang... masih ada teman lain, perempuanJacko]. Namun lagi-lagi, ketika Irfin mengajaknya untuk mengobrol, Jacko membentak.

Apaan sih!? Udah tau gue lagi sibuk elo malah ngajak ngobrol!

Irfin terkejut setengah mati. Jacko, teman sekelas Irfin saat kelas 3 SMP dulu, yang sangat dekat dengannya, membentaknya marah. Sepertinya Jacko sudah muak dengan cara mengobrol Irfin yang unik itu.

Siswi sasaran berikutnya adalah Ekinama panggilan ini merupakan cetusan Irfin dan Bisma (nama aslinya adalah Eri). Kemudian Irfin yang agak fanatik dengan Jepang, sama halnya dengan Bisma, menambahkan -chan pada bagian belakang nama Eki, sehingga namanya menjadi Ekichan. Tetapi berkat gerakan anti-Irfin, nama itu dikembalikan menjadi Eki atau Eri.

Belum sempat Irfin menyebut namanya, Eri langsung mengajak Clara mengobrol, meskipun sebenarnya Clara tidak mengerti maksud Eri. Setelah Eri selesai berpura-pura mengobrol, Irfin langsung menyerang Clara. Kali ini ia berhasil. Irfin langsung nyerocos dengan obrolan-obrolan TIDAK MENARIK dan TIDAK BERGUNA. Akhirnya, Irfin meninggalkan Clara sementara Clara sendiri dibuat pusing olehnya.

Clara merasakan sedikit perasaan kontra dengan Irfin. Ia bertekad akan selalu berhati-hati dengan serangan mendadak Irfin mulai saat ini.

Kemudian Irfin kembali ke mejanya untuk memeriksa handphone. Saat memeriksa handphone-nya, Irfin mendapati inbox-nya telah terisi oleh dua messages yang kedua-duanya dari Micky. Ia membuka message yang datang pertama. Isinya: Fin, tolong berubah dong! Jangan kebiasaan ama gaya kaya gitu. Ini demi elo juga! Gw liat lu udah SEDIKIT berubah.

Irfin merasa jengkel karena keanehannya dibahas. Oleh karena itu, dengan kesal ia langsung membalas: Shut up, u little brat! Gw gak akan berubah, gw udah merasa cukup kayak gini! (Orang berjenis peralihan seperti Irfin memang biasa menggunakan bahasa Inggris untuk mencela lawannya)

Kalimat Gw gak akan berubah, gw udah merasa cukup kayak gini! sudah jelas sekali mengandung pengertian bahwa Irfin tidak akan mau berubah. Irfin lebih senang memilih menjadi manusia berjenis peralihan daripada lelaki. Dan hal ini sudah tentu membawa penderitaan, kesengsaraan, kesedihan, dan kesepian bagi dirinya, karena seterusnya ia akan diganggu dan diganggu oleh teman-temannya (atau lebih tepat lagi, musuh-musuhnya).

Setelah selesai membalas message itu, ia membuka message kedua, isinya: Irfin! Lu seneng nonton Dark Descendant ya! Idih, itu kan film yang penuh dengan yaoi! (yaoi = cinta sesama pria) Berarti bener, memang elo adalah seorang. Hiiih! Serem!!!

Kemarahan Irfin memuncak. Micky memang biasa mengejek-ejek Irfin lewat SMS, tapi ejekan kali ini sudah keterlaluanmenyangkut harga diri Irfin. Langsung saja Irfin mengetik ratusan kata-kata kasar pada Nokia-nya dan mengirimnya kepada Micky.

Uh, dasar tuh anak! Minta gue hajar ya!? keluh Irfin kepada Bisma.

Siapa? tanya Bisma antusias (kali ini menanggapi).

Itu tu~wh, anak aksel...

Micky?

Iya~...

Emang lu bisa hajar dia!? Gimana caranya!? Pake jurus bahu-membahu yang mepet-mepet itu yah!? Terus kalo sempet sekalian meluk+nyium dia gitu yah!?

Berisik lo! [Sebenernya sih iya~...]

JKLEK... NGII~~~K.... Pintu kelas terbuka. Ternyata Pak Agus, guru PPKn kelas 1F. Berarti jam pelajaran PPKn sudah dimulai. Pelajaran berlangsung lamasangat membosankan. Pelajaran digantikan dengan Kimia setelah PPKn berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam. Jam istirahat baru berlangsung setelah Kimia.

Irfin yang agak bosan itu keluar dari kelasnya dan berjalan dengan walkstyle khasnya menuju kelas 1G. Ia belum menentukan maksud dan tujuan kedatangannya ke kelas itu, tetapi yang pasti maksud dan tujuannya itu ada hubungannya dengan orang yang mengirim dua buah messages tadi.

Sesampainya di kelas 1G, Irfin mendapati Micky sedang asyik melahap ayam goreng yang dibawa dari rumah sebagai bekal. Tanpa berpikir panjang, Irfin langsung menyerangmenyerudukMicky. Dengan sigap, Micky melompat meninggalkan bekalnya dan berlari menjauh dari Irfin. Tujuan Micky berlari bukanlah karena takut dihajar, tetapi takut diapa-apakan. Bayangkan saja bila Anda yang dikejarnya!

Namun Irfin yang belum puas itu terus mengejarnya. Mereka pun berkejar-kejaran selama sekitar sepuluh menitmenyebabkan Micky terlambat untuk belajar dan mengerjakan PR Fisika. Dan yang sungguh membuat kesal, Irfin meninggalkan kelas 1G dengan lagak tanpa dosa meskipun walkstyle-nya masih belum terpisahkan dari dirinya.

Irfin pun berjalan menyusuri koridor. Agak jauh di depan, samar-samar terlihat rombongan anak-anak lelaki, yang badannya besar-besarmusuh Irfin!

[Aduh, gimana nih!] seru hati Irfin panik. [Kalo berhenti, gue bakal ketahuan kalo gue takut... tapi kalo jalan terus gue bisa diganggu....]

Setelah berpikir cepat, Irfin memutuskan untuk berjalan agak pelan dan pura-pura tidak melihat merekapandangan kosong. Rombongan musuh Irfin pun mendekat, dan Irfin yang berjalan pelan dengan walkstyle-nya menerapkan strategi tadi. Dan akhirnya ia lolos, namun tiba-tiba dari belakang...

WOI! IRFIN!!! Salah seorang dari musuh-musuh itu memanggil Irfin.

OI! Cowok feminin!

WAHAHAHAHAHA!!!

Irfin kaget dan ketakutan setengah mati. Irfin ingin berlari namun takut dianggap tidak jantan, dan bisa-bisa dikejar. Akhirnya Irfin memutuskan untuk diam. Musuh-musuh Irfin pun mendekat, mengelilingi Irfin, dan mendorongnya sampai jatuh terduduk.

Kenapa lo, sombong amat!

Tau... takut ya!?

Kalo elo gak gitu juga nggak bakal diapa-apain kok! Dasar penakut! Kita kan gak tega nyakitin cewek! kata pemimpin dari rombongan itu.

HAHAHAHA!!!

Irfin yang hampir menangis karena ketakutan itu mendadak merasakan ada sedikit rasa kesalkemarahandi hatinya. Harga dirinya telah terinjak habis. Akhirnya dengan mengeluarkan seluruh keberaniannya, Irfin bangkit. Ia berdiri dan membalas.

Lo ngapain sih! Ngeganggu gue aja!

Pemimpin dan salah seorang dari musuh itu sedikit kaget, lalu berpandangan dan tersenyum sinis. Kemudian si pemimpin membalas lagi.

Siapa juga yang mau ngeganggu elo! Kecuali kalo elo ngelawan... elo mau ngelawan!?

IYA!!! balas Irfin dengan lantang.

Yah... tapi sayang... kita gak mungkin nyakitin cewek.... Udah yuk, pergi...!

Irfin sepertinya belum puas bila kejadiannya hanya seperti itu. Irfin pun mendekati musuh-musuhnya yang bergegas untuk menjauhinya. Kemudian Irfin berusaha melawan dengan jurus bahu-membahu dan mepet-mepet-nya, tetapi gagal. Musuh terlalu kuat. Akhirnya Irfin pun terpental dan jatuh.

Ngapain sih...? kata pemimpin mereka dengan nada mencela. Kan udah gue bilangin... kita gak bakal nyakitin cewek! Udah yuk, pergi...!

Kemudian mereka meninggalkan Irfin dengan senang.

Kasihan Irfin. Perasaannya kacau-balau. Lalu dengan bersusah payah ia berusaha berdiri, kemudian berjalan menuju tangga ke lantai atas.

Ketika akan menaiki tangga, tiba-tiba Irfin merasakan suasana yang aneh. Sepertinya sekolah itu menyepi. Makin lama makin sepi, dan akhirnya tak ada satu orang pun yang terlihat dan satu suara pun yang terdengar. Irfin merasa bingunggelisah dan panik (khas Irfin). Meskipun masih merasa tidak enak dengan kejadian tadi, Irfin cepat-cepat menaiki tangga dan berlari menuju kelasnya, namun tak ada seorang pun yang dijumpainya di dalam kelas. Irfin berpikir, apa benar mereka semua bersembunyi di suatu tempatruang rahasiaseperti di cerita Biogawad: Biologi Gawat! karangan Micky? Karena pada cerita itu Labschool memang dikisahkan dalam keadaan sepiorang-orang disembunyikan di dalam ruang rahasia. Namun pikiran itu langsung dibuangnya jauh-jauh, tak mungkin ada hal seperti itu, lagipula kalau memang begitu seharusnya Irfin melihat mereka sedang dibawa menuju ruang rahasia. Tetapi... Irfin tak bisa melupakan bagaimana spektakulernya Biogawad: Biologi Gawat! yang menceritakan tentang ruang rahasia yang luas, tempat disembunyikannya anak-anak SMP Labschool dari kejaran zombie-zombie. Selain itu pasti ada sebabnya jika Labschool menjadi kosong. Maka dengan penuh keyakinan, Irfin bergerak maju. Ke mana? Entahlah.... Irfin sendiri juga belum menentukan tempat yang akan ia tuju.

Irfin pun mulai mengingat-ingat cerita itu. Ruang rahasia itu tersembunyi di suatu tempat... di SMP Labschool... di lantai tiga... di... perpustakaan kecil! Ini dia! Irfin pun berjalan dengan cepat menuju perpustakaan kecil SMP Labschool. Dari kelasnya, ia menuruni tangga ke lantai dua. Di lantai dua, ia menemukan pintu kecil di dekat pertemuan tangga itu. Irfin langsung menghampiri pintu itu, namun tidak bisaterkunci. Irfin pun menjauhi pintu itu dan berjalan menempuh koridor kelas 1C-1B-1A sampai akhirnya tiba di lantai dua Masjid Baitul Ilmi. Irfin berjalan (tanpa melepas sepatu) menyusuri masjid untuk mencapai pintu besar dari kayu, namun pintu besar itu tertutup rapat dan terkunci.

[Gimana nih...?] pikirnya panik. Namun mengapa harus panik? Bukankah masih ada jalan lain? Maka tanpa berpikir panjang, Irfin langsung kembali menuju pintu kecil yang terkunci tadi, menuruni tangga menuju lantai satu, dan berjalan menempuh koridor SMP yang di sebelah kanannya terdapat lapangan square yang berbata, dengan Masjid Baitul Ilmi di seberangnya. Kemudian Irfin sampai di bank#1 (bank = tepian (sungai), seberang, ujung) kantin SMP dan tangga menuju ke lantai dua dan tiga SMP. Tetapi sayang, pintu jeruji yang terletak di patahan (patahan = belokan = simpangan) tangga antara lantai satu dengan lantai dua terkunci. Dengan panik, Irfin berjalan menyeberangi kantin SMP, menuju bank#2 di seberang (ada tangga lain di situ). Dan lagi-lagi sayang, jeruji di tangga itu juga terkunci.

Irfin sudah merasa sangat putus asa.... Tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya, menyebabkan rasa ingin tahu akan ruang rahasia lenyap seketika. Kalau sudah tak ada orang, berarti ia bebas melakukan apa saja kan? Karena itu, Irfin segera menuju kelasnya dan mengambil tas. Kemudian ia berjalan menuju pintu depan sekolah untuk pulang.

Sesampainya di depan, Irfin mendapati pintu jeruji depan sekolah terkunci. Tak ada satu pun satpam yang berjaga di situ. Dilihatnya pintu jeruji menuju TK Labschool di sebelah kirinyaterkunci. Lalu ia memasuki gedung baru Labschool di sebelah kanannya. Ia berjalan menyusuri lobi gedung untuk mencapai pintu utama gedung baruterkunci juga. Masih ada jalan lain, yaitu lantai atas. Maka Irfin pun menaiki tangga menuju lantai dua. Di lantai dua, pintu jeruji menuju TK juga terkunci. Begitu juga dengan lantai tiga. Dengan putus asa, Irfin menaiki tangga menuju lantai empathanya untuk iseng, karena di lantai empat hanya ada hall untuk bermain basket. Di luar dugaannya, pintu jeruji di lantai empat tidak terkunci! Tetapi apalah gunanya membuka jeruji kemudian memasuki hall...? Di hall, ia hanya akan menemukan lapangan basket, tempat duduk penonton, dan toilet. Tetapi tak apalah, Irfin pun memasuki hall.

Suasana di hall sangat sepi. Yang terdengar hanyalah deru angin yang bertiup kencang.

              [Balik lagi ke bawah a~h] pikirnya sembari membalikkan badannya. [Eh!?]

              Sungguh mengejutkan. Darah berceceran di mana-mana, padahal sebelumnya tak ada apa-apa. Tiba-tiba ceceran darah itu menyatu, menggumpal, kemudian mendekati Irfin dengan cepat. Irfin pun berlari menuju toilet di seberang. Namun ketika membuka pintu toilet, ia mendapati ruangan toilet itu juga penuh dengan darah yang siap menyerang. Irfin terkepung. Ia pun pasrah, dan larut dalam gumpalan darah.

 

***

 

              Eh? Irfin terbangun. Sekelilingnya gelap. Untunglah ia membawa senter di dalam tasnya. Senter itu ia keluarkan dari tasnya dan ia nyalakan.

Irfin mendapati dirinya masih berada di dekat toilet hall, namun ia merasakan ada sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Dinding hall-yang-gelap penuh dengan noda darah yang sudah kering. Angin semakin kencang dan dingin. Lantai hall sudah sangat kotor. Ruangan itu sudah seperti ruangan yang tidak pernah diurus selama bertahun-tahun.

              Karena sangat takut, Irfin yang masih menggendong tas itu langsung berlari menuju tangga. Tak jauh berbeda dengan di hall, keadaan di tempat lain juga sangat mengerikangelap, kotor, penuh noda, dan cat di dinding sudah banyak yang luntur dan terkelupas.

              Kemudian Irfin berlari menempuh koridor antara gedung baru dengan lapangan SMU Labschool menuju pintu jeruji antara gedung baru Labschool dengan kantin SMU. Namun sesampainya di tempat tujuan, pintu jeruji yang dimaksud juga terkunci.

              Masih dalam keadaan ketakutan, Irfin berbalik arah menuju koridor utama dan berlari menempuh koridor utama, menjauhi pintu jeruji depan sekolah. Pintu jeruji di sebelah kanannya, yang menuju Teater Besar, juga terkunci. Irfin langsung bergegas menuju pintu belakang Masjid Baitul Ilmi. Sama, terkunci juga. Satu-satunya harapan yang masih tersisa adalah pintu di belakang bank#1 kantin SMP. Irfin pun bergegas ke sana.

              Bermeter-meter jarak terasa bermil-mil, mungkin karena suasana sekolah yang seram. Akhirnya Irfin tiba di bank#1 kantin SMP. Dan......... pintu itu......... yang merupakan harapan terakhir Irfin......... juga terkunci.... Irfin pun terkurung. Hilanglah kesempatannya untuk keluar dari Labschool. Ia merasa sangat putus asa.

              Irfin pun menangis karena ketakutan. Seluruh badannya bergetar. Tiba-tiba ia teringat sesuaturuang rahasia! Irfin pun berlari menuju tangga di dekat bank#1. Jeruji di tangga itu sudah tidak terkunci! Dengan penuh semangat, Irfin menghabiskan sisa anak tangga menuju lantai tiga. Sesampainya di lantai tiga, ia berlari menempuh koridor lantai tiga menuju perpustakaan kecil. Pintu perpustakaan kecil ternyata juga tidak terkunci!

              Irfin sedikit terlonjak begitu melihat ada seseorang yang duduk di kursi di dalam perpustakaan kecil. Ia seorang gadis berambut hitamcukup cantik, namun apalah arti sebuah kecantikan wanita bagi Irfin. Gadis itu mengenakan kaos dan celana jins. Tak lama kemudian gadis itu menyadari kedatangan Irfin.

              Akhirnya elo dateng, kata gadis itu seraya berdiri, dengan wajah bahagia seakan kedatangan Irfin merupakan hal yang sudah sangat dinantikannya. Namun wajah bahagia itu langsung saja berubah menjadi wajah kecewa setelah melihat rupa Irfin yang sebenarnya dengan jelas.

              Elo siapa? balas Irfin.

              Itu nggak penting. Elo ngapain ke sini!? Gadis itu agak sebal kepada Irfin sekarang.

              Eh... gue... nggak kok... nggak ngapa-ngapain...

              Ya udah, kata gadis itu sambil meninggalkan kursinya menuju ke luar. Sampe ketemu lagi.

              Irfin langsung melompat, tertelungkup di lantai, dan memegangi kaki gadis itu.

              Eh, tunggu do~~~ng...

              Apaan sih! kata gadis itu dengan marah seraya menatap Irfin dengan tajam. Awas sana!

              Tunggu~~~... kata Irfin merayu. Gue takut nih sendirian di sini...

              Gadis itu mengernyitkan keningnya. Pandangannya heran, marah, sekaligus merasa jijik.

              Elo cowok bukan sih!?

              Iya, gue cowok... kata Irfin memelas dengan manja, tapi gue takut.... Kenapa sih sekolah ini jadi sere~~~m? Yang laen pada ke mana~~~?

              Nggak tau. Gue juga bingung, Fin...

              Irfin terkejut.

              Kok elo tau nama gue...?

              Gadis itu pun tersenyum.

              Jelas gue tau.... Gue temen elo waktu SD... yang pernah elo tembak.... Inget nggak?

              Ah...! seru Irfin agak kaget. Seakan ada secercah cahaya kelegaan dan rasa malu yang muncul di hatinya, Irfin menjawab, Iya... gue inget.... Nama elo... Amanda kan?

              Masih tersenyum, gadis itu mengiyakan, He-eh, kemudian berkata, Gue nggak tau kenapa gue bisa ada di sini. Tadinya gue lagi jalan bareng temen, terus nggak tau kenapa tiba-tiba gue bisa ada di sini. Terus tadi ada orang yang bilang kalo entar bakal ada orang yang nyelametin gue dari sekolah serem ini. Katanya yang bakal dateng itu elo. Serta-merta air mata membasahi wajahnya, meskipun senyumnya tidak memudar.

              Tadinya gue ngira sekarang elo tuh jantan, pemberani, tapi... ternyata elo kaya gini... padahal dari dulu sampe sekarang gue udah bela-belain supaya gue nggak punya cowok.... Gue terus nungguin pertemuan kita kaya gini... gue pengen banget ketemu ama elo... tapi pikiran gue berubah sekarang...

              Amanda pun mulai melangkah ke luar.

              Eh, tunggu! teriak Irfin tak tahu malu.

              Kenapa? sahut Amanda, masih tersenyum meskipun air matanya masih mengalir.

              Tadi elo bilang ada orang yang...

              Oh itu... tadi katanya dia pergi ke tempat yang namanya ruang rahasia, kalo nggak salah....

              Pikiran Irfin menyala mendengarnya. Ia teringat sesuatu yang dari tadi dicarinya.

              Eh! Ruang rahasia itu pintu masuknya kan di balik rak itu! Irfin menunjuk rak buku di pojok ruangan.

Kemudian Irfin berpikir, bagaimana cara memasuki ruang rahasia? Irfin menghabiskan waktu lima menit untuk mengingat cerita itu dan akhirnya ia ingat, sementara Amanda menunggu. Menurut cerita itu, kita harus mengucapkan password di dekat rak buku di pojok ruang perpustakaan. Namun sayangnya, Irfin SAMA SEKALI tidak ingat password-nya. Maka untuk sementara, ruang rahasia tidak bisa dibuka, bagi Irfin.

Kita nyari password buat masuk ke situ yuk! ajak Irfin.

Mmm... boleh... gue bosen dari tadi di sini... jawab Amanda.

Maka petualangan mencari password untuk membuka ruang rahasia Labschool pun dimulai! ......... Heh, apa? Mencari password ruang rahasia? Berpetualang dengan susah payah hanya demi sesuatu yang belum jelas keberadaannya? Demi sesuatu yang PASTI tidak ada? Demi OMONG KOSONG ini? Itulah yang dilakukan Irfin. Dia akan menyingkap tabir misteri Labschool yang selama ini hanya berupa khayalan seorang penulis yang kreatif dari kelas 1G.

Mereka berdua berjalan pelan-pelan menyusuri koridor lantai tiga. Gaya berjalan Irfin masih sama dengan sebelumnya.

Fin, elo kok jalannya gitu sih? tanya Amanda heran.

Berisik! Udah elo nggak usah nanya tentang gue!

Amanda sepertinya kesal dibegitukan. Bukan hanya karena itu, tetapi juga karena ia tidak tahan melihat Irfin yang sudah sebegitu parahnya. Kemudian ia mendorong Irfin dengan tangannya, sampai Irfin menabrak dinding dan terjatuh.

Asal tau aja... gue sebenernya udah tau password-nya dari orang yang gue bilangin tadi... tapi gue nggak mau ngasih tau elo....

Cepat-cepat Amanda berlari menjauhi Irfin, membuka pintu perpustakaan kecil, dan menutupnya keras-keras. Irfin yang masih bingung akan perkataan Amanda itu segera mengejarnya agar bisa ikut masuk ke dalam ruang rahasia. Ketika Irfin membuka pintu, ia melihat Amanda sudah mulai memasuki pintu kecil di pojok ruanganraknya sudah bergeser. Langsung saja Irfin menghampirinya, namun sayangnya gadis itu segera menutup pintu dan rak buku itu bergeser kembali ke tempat semula.

[Sial!] pikir Irfin. [Apa sih password-nya!? Kenapa cara masuknya harus lewat perpustakaan begini!? ......... Perpustakaan...? Betul! Mungkin password-nya ada di salah satu buku di sini!]

Tanpa berpikir panjang, Irfin langsung menghampiri rak buku yang bergeser tadi. Ia mencari-cari buku yang cover-nya berbeda dengan buku-buku lainnya. Dan ternyata ketemu. Buku itu kecil, lusuh, dan tidak menarik perhatian. Judul buku itu adalah Kumpulan Cerita-cerita Karya Micky Ardhienoor Husin mengenai Labschool.

Irfin segera membuka halaman daftar isi buku itu. Ia mencari Biogawad: Biologi Gawat! dan ketemu. Langsung saja ia membuka halaman letak cerita itu dan mencari-cari halaman dan paragraf letak password itu tertulis. Akhirnya, Irfin menemukan apa yang ia cari, tertulis dalam huruf Jepang: .

Namun Irfin sudah lupa cara membaca huruf katakana , hiragana , , dan , karena ia sudah lama tidak mengingatnya dalam kegiatan ekstrakurikuler Bahasa Jepang. Selain itu dia juga tidak bisa membaca kanji dan .

Maka dengan segala upaya dan daya yang dimilikinya, Irfin berusaha mati-matian mengingat huruf-huruf kana itu. = ri, = ya, = rya. = tsu, = ka, = kka. = Ryakka. = no, = ha/wa, = da.

Sekarang tinggal kanjinya yang belum bisa dibacanya. Namun ia sedikit kaget begitu melihat ada huruf-huruf hiragana kecil di atas setiap kanji. Di atas ada tulisan . = he, = ya, = heya. Sedangkan di atas ada tulisan . = ri, = tsu, = pa. = ppa, = rippa.

Nah, sekarang Irfin tinggal menggabungkan silaba-silaba itu menjadi: Ryakka no Heya wa Rippa da. Sebenarnya password tersebut tidak terlalu sulit dan tidak terlalu panjang, namun sulit untuk menghafal dan mengingatnya.

Langsung saja Irfin mengucapkan password. Rak buku itu bergeser dan pintu kecil itu pun tampak. Irfin pun menghampiri pintu kecil itu, membukanya, kemudian masuk.

Akhirnya Irfin berada di dalam ruang rahasia yang berupa aula yang remang, besar, dan sangat luas, kira-kira mencapai 100x100 meter. Lantainya dilapisi karpet krem. Langit-langitnya yang transparan sangat tinggi, dan langit kelam terlihat. Di tengah-tengah langit-langit terdapat lampu kristal besar yang tergantung, tidak dinyalakan. Udara dinginnya menusuk kulit meskipun puluhan AC tidak dihidupkan. Di dinding aula ada 106 pintu yang mengelilingi ruangan. Satu dari pintu itu adalah pintu Irfin masuk, dan sisanya adalah pintu menuju ruangan-ruangan lain.

Di tengah-tengah ruangan, tampak seorang pemuda. Rambut lelaki itu hitam dan setiap helainya ditidurkan ke belakang meskipun rambut depannya berdiri. Begitu melihat wajah pemuda itu, jantung Irfin berdebar kencang. Namun debar itu berubah menjadi perasaan cemburu begitu melihat Amanda dekat-dekat dengannya.

Pergi sana! kata Irfin keras-keras agar suaranya terdengar, kemudian menunjuk gadis itu. Elo!

Kenapa emangnya? tanya Amanda, sedikit heran.

Gue nggak seneng aja kalo elo deket-deket ama dia!

Amanda pun tersenyum bahagia, kemudian menjauhkan diri dari si lelaki dan menunjuk si lelaki.

Ternyata dia salah, Fin! Elo nggak seperti yang gue kira!

Irfin sedikit heran. Apa maksud gadis itu?

Apaan!? tanya Irfin.

Tentang elo! kata Amanda, kemudian menunjuk si lelaki lagi. Dia bilang elo nggak seneng ama cewek, tapi senengnya ama cowok tapi ternyata elo cemburu pas gue deketin dia

Apaan sih!? bentak Irfin kesal. Gue sebel soalnya cowok itu dideket-deketin ama elo! Gue nggak terima dia dideket-deketin gitu!

Mendadak Amanda menutup hidung dan mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Ekspresi wajahnya seakan tidak percaya akan perkataan Irfin itu.

Bo bohong lu Fin

Tuh, bener kan kata si lelaki setelah sebelumnya hanya diam. Namun detik berikutnya Irfin sudah berlari dengan semangat menggebu-gebu menuju si lelakibukan menuju si gadis. Apa yang akan dilakukannya!?

Ketika Irfin tinggal setengah meter di depannya, si lelaki langsung menghindar dengan cepat. Irfin pun berhenti dan berbalik mengejar lelaki itu. Si lelaki hanya diam, dan ketika Irfin sudah dekat, ia meninju wajah Irfin. Hal ini menyebabkan Irfin sedikit terpental, namun tidak jatuh. Irfin kesakitan, memegangi wajahnya.

[I ini tinju dari dia! Asyik! Berarti aku masih punya harapan!] seru Irfin dalam hati dengan wajah berseri-seri.

Kemudian si lelaki menjelaskan sesuatu dengan pandangan merendahkan.

Gue denger katanya ada anak aneh dari Labschool, terus gue caripengen tau. Akhirnya ketemu, tapi gue nggak tega ngeliat elo sebegitu direndahinnya sama angkatan elo. Terus semua yang ada di sekolah ini gue culik satu-satu, biar elo bisa nyelametin mereka dan dihargai ama angkatan elo, tapi elo malah nyerang gue kaya gitu. Akhirnya gue ngerti kenapa temen-temen elo pada ngerendahin elo. Gue jadi sependapat ama mereka, elo emang cocok buat dikerjain.

Si lelaki langsung mendekati Amanda, kemudian mereka berdua berjalan menuju pintu ke perpustakaan kecil.

Tunggu! Mau ke mana!? seru Irfin panik.

Gue mau nganterin dia balik ke temen-temennya! kata si lelaki.

Daaa~h! kata Amanda dengan ceria sambil melambai-lambaikan tangannya, kemudian mereka berdua memasuki perpustakaan kecil.

Yaaah cowok aku kata Irfin putus asa. Gagal deh.

Irfin yang masih dalam keadaan putus asa itu memandang berkeliling. Ada banyak pintu yang mengelilingi ruangan luas itu. Sekedar untuk iseng, Irfin bermaksud membuka pintu-pintu itu satu per satusiapa tahu bisa teman-temannya yang disembunyikan. Pintu bernomor 1 berisi kamar yang sangat luas, namun kosong. Begitu pula dengan pintu 2, 3, 4, 5, dan seterusnya. Akhirnya Irfin sampai di pintu 105. Inilah harapan terakhir bagi Irfin.

JKLEK... KRIEE~~~K.... Irfin membuka pintu 105......... dan......... tak ada apa-apa.... Segala usahanya membuka 105 pintu satu per satu pun sia-sia. Karena sudah sangat lelah, Irfin pun jatuh berlutut, putus asa. Kemudian ia berusaha berdiri dan berjalan menuju pintu 106, untuk kembali ke perpustakaan kecil. Irfin menarik daun pintu 106 ke arahnya, dan memasuki lubang pintu kecil itu.

Irfin menunduk, menatap lantai perpustakaan kecil dengan putus asa. [Di mana semua orang!?] pikirnya. Lalu Irfin merasa sedikit perasaan kesal, yang akhirnya berubah menjadi amarah. Ia pun berteriak.

DI MANAAAAA!!!???

Setelah lelah berteriak, Irfin sekilas melihat sesuatu yang samar-samar di dinding atassebuah pintu kecil. Lama-lama pintu itu semakin terlihat jelas. Tanpa berpikir panjang, Irfin menaiki meja, berdiri di atasnya, dan membuka pintu itu. Namun sulit pintu itu sangat sulit dibuka.

Gimana nih! kata Irfin kesal. Sifat jantannya keluar. Bukaaa!!!

Dengan segenap tenaga yang dimilikinya, Irfin menarik daun pintu itu sekuat mungkin. Akhirnya pintu itu terbuka, dan tampak ruangan yang sangat gelap di balik pintu itu.

Irfin! seru seseorang dari balik pintu itu. Ternyata pemimpin dari musuh-musuh yang telah mengganggu Irfin tadi. Dan bukan hanya diamasih ada banyak orang di belakangnya, memenuhi ruangan itu. Ternyata mereka semua adalah warga Labschool, baik siswa, guru, karyawan, petugas, dan lain-lain.

Sebagian dari mereka pun berterima kasih kepada Irfin karena telah membebaskan mereka (entah mengapa, sepertinya pintu itu tak bisa dibuka dari dalam). Dan yang ungkapan terima kasihnya paling besar adalah pemimpin musuh itu. Tanpa berpikir panjang, mereka semua berdesakan keluar melalui pintu itu, sedangkan Irfin menyingkir dari pintu itu.

Akhirnya setelah sekitar setengah jam, seluruh warga Labschool telah berhasil dikeluarkan. Mereka semua telah meninggalkan perpustakaan kecil, sehingga hanya Irfin yang tersisa di ruangan itu. Irfin juga bermaksud untuk keluar dari perpustakaan kecil. Ia membuka pintu menuju ke luar.

Namun masih saja ada hal yang aneh. Koridor di luar masih saja sama dengan sebelumnya, kotor dan mencekam. Langit di luar masih gelap seperti sebelumnya. Dan yang paling penting adalah, tak ada tanda-tanda kehidupan di sekolah itu. Orang-orang yang telah diselamatkan Irfin juga tak bisa dirasakan lagi tanda-tanda keberadaannya.

Dengan gelisah dan panik (kembali ke sifat semula), Irfin yang masih memikul tas itu segera berlari menuju lantai bawah. Kemudian Irfin melanjutkan larinya menuju pintu jeruji depan sekolah untuk pulang karena takut. Namun pintu itu terkunci. Lalu Irfin membalikkan badannya, membelakangi pintu jeruji depan sekolah. Dan sebelum sempat memeriksa akses-akses lainnya yang menuju ke luar, Irfin melihat ada seseorang berdiri di hadapannya.

Ternyata orang itu adalah pria yang disukainya di ruang rahasia tadi. Mendadak jantung Irfin kembali berdebar-debar. Kali ini ia tidak berani menyerangnyamalu sekaligus takut ditinju. Kemudian sepertinya debar jantung Irfin mulai mengecil, dan akhirnya hilang sama sekali.

Ah? gumam Irfin sedikit terkejut.

Kenapa? tanya orang itu, tersenyum.

Kok

Ya gue ngerti. Nah, elo harusnya berterima kasih ama gue, telah berhasil mengubah elo.

Apa-apaan sih!? ujar Irfin marah. Di luar dugaan, ternyata Irfin tidak senang. Elo jahat! Elo nggak punya hak untuk ngubah gue kaya gini! Elo terlalu ikut campur! Gue benci elo!

Heh? Emangnya siapa yang mau disukain ama elo? Elo seneng selamanya jadi orang kaya sebelumnya?

IYA!!!

Orang itu terdiam sejenak.

Sekarang siap-siap! Gue nantangin elo secara jantan!

Nah, itu elo udah ngakuin

DIEM! Ayo mulai!

Dengan mengerahkan seluruh keberanian dan tenaganya, Irfin menantang orang yang sebelumnya telah disukainya itu untuk bertarung. Orang yang ditantang itu kelihatannya menerima tantangan Irfin dengan terpaksa.

Eh! Gue ada urusan nih! Penting!

Alesan! teriak Irfin sambil melangkah maju ke depan untuk meninju. Namun lelaki itu dengan cepat mengelak dari serangan Irfin yang cukup jantan itu. Berkali-kali Irfin berusaha meninju lawan, namun selalu tidak kena sasaran.

Dari tadi elo cuman ngindar aja! Lawan gue dong!

Gue nggak tega! Tujuan gue itu cuman ngubah elo!

Apa!?

Irfin kembali meninju lawan, namun lawan selalu mengelak. Akhirnya Irfin merasa letih.

Hahhahhah. Gue capek, tapi gue harus menangin duel ini!

Masih ngotot juga? Sori, gue ada urusan penting nih! Lelaki itu berlari dengan cepat, menjauhi Irfin menuju wilayah SMU Labschool.

Eh, tunggu!!! teriak Irfin sambil mengejar orang itu. Tak lama kemudian ia berhasil mendekati lawan. Dasar pengecut!

Bukan gitu masalahnya Lelaki itu masih berlari.

Hoh hoh hoh ? Emang ada apaan sih? Irfin juga masih mengejarnya.

Elo nggak ngerti ya? Tadi elo diserang ama gumpalan darah kan?

Iya, terus?

Gue harus secepat mungkin ke sana, lelaki itu menunjuk lapangan SMP Labschool yang mulai terlihat, kalo nggak kita bakal selamanya terkurung di dunia ini!

Nggak bisa balik lagi?

Iya

Kok bisa gitu sih!? Elo harus tanggung jawab kalo misalnya kita nggak bisa balik!

Makanya tadi elo dengerin dong! Elu sih, pake nantang-nantang segala!

Gue kan nggak tau

Tak lama kemudian, mereka pun sampai di lapangan SMP. Lelaki itu langsung melepas bata yang berada tepat di tengah lapangan.

Ngomong-ngomong nama elo siapa sih? tanya Irfin ingin tahu.

Ardo jawabnya, Fin, elo ke sana! Copot bata yang di pojok sana!

Ah, iya balas Irfin sambil berlari menuju pojok lapangan di dekat masjid dan kantin SMP. Irfin pun melepas bata itu dengan cepat.

Terus!?

Tunggu gue lagi mikir kata Ardo sambil terus berpikir. Tak lama kemudian ia menunjuk ke arah kantin SMP. Copot dua yang di sana, sama bata urutan kelima dari sana ke sini!

Iya Irfin segera mematuhi perintah Ardo.

Lima menit telah mereka lalui, namun tak ada tanda-tanda bahwa pertolongan akan dating. Irfin pun mengomel.

Makanya! Siapa suruh repot-repot ngubah gue!

Berisik! Ah! Satu lagi di sana! Cepetan!

Kali ini Irfin tidak patuh. Ardo pun sedikit kesal.

Kenapa!? Cepetan! Elo mau selamanya terkurung di sini!?

Nggak

Terus?

Dari tadi elo cuman nyuruh-nyuruh gue aja

Gue gak bisa ngerjain sendirian harus ada yang nahan di sini

Tapi sebelum ini elo kok bisa!?

Gue dibantu temen. Sana cepetan!

Irfin pun patuh. Secepat mungkin ia berlari mendekati arah yang ditunjuk Ardo. Kemudian Irfin kembali menoleh ke arah Ardo untuk memastikan letak bata dengan tepat. Namun kali ini Ardo terlihat samar-samar. Sepertinya waktunya hampir habis. Irfin pun berkonsentrasi untuk melihat dan mendengar Ardo. Dan akhirnya, Ardo lenyap sama sekalitak terlihat lagi. Kini hanya partikel-partikel putih bergetar (saluran TV yang kosong) yang terlihat di sekeliling Irfin.

Irfin tampak menyesal karena tidak mematuhi perintah Ardo. Perintah terakhir Ardo yang terakhir dilihatnya tidak jelas. Kini ia tidak mempunyai harapan lagi untuk keluar dari dunia itu.

Tetapi tidak ada salahnya kan, kalau mencoba? Irfin pun mencari-cari bata yang menurutnya tepat. Karena tak kunjung ketemu, Irfin menutup matanya dan memilih sembarang bata. Ketika membuka matanya, Irfin mendapati tangannya memegang sebuah bata yang tidak meyakinkan. Meskipun begitu, ia tetap percaya pada pilihannya. Ia pun melepas bata itu.

Tiba-tiba partikel-partikel putih bergetar itu menghilang. Ardo pun kembali tampak.

Irfin! Sini! perintah Ardo, tersenyum. Irfin pun mendekat. Hebat lu, gimana caranya?

Ngasal kok

Ooh. Eh diem ya, jangan bergerak!

Kenapa?

Namun Ardo tidak menjawab. Tiba-tiba saja muncul ceceran darah di sekeliling mereka. Darah itu menyatu dan langsung menelan mereka berdua.

 

***

 

              Eh? gumam Irfin ketika tersadar. Ia berada di hall. Sepertinya ia telah tertidur di situ dan bermimpi. Irfin takut, kalau-kalau ia masih berada di dunia yang menyeramkan, meskipun keadaan hall itu sudah kembali seperti semula.

              Dengan enggan, Irfin yang masih memikul tas pun menuruni tangga menuju lantai tiga, sepi. Lantai dua, sepi. Lantai satu ada suara-suara orang! Irfin pun keluar dari gedung baru Labschool dan ia melihat ada banyak orang di situ. Keadaan sekolah juga sudah kembali seperti semula, dan langit sudah kembali cerah.

              Lalu Irfin melihat jam di dekat situ pukul 11.30. Lima belas menit lagi jam pelajaran akan berakhir. Karena tanggung, Irfin berjalan menuju wilayah SMP Labschool dan diam-diam menuju perpustakaan kecil di lantai tiga.

              Perpustakaan kecil kosong. Irfin pun mendekati rak di pojok ruangan dan mengucapkan password ruang rahasia. Namun tak terjadi apa-apa. Rak itu tetap berada pada posisinya. Apa benar kejadian yang dialaminya tadi hanyalah sebuah mimpi?

              Agak kecewa, Irfin keluar dari perpustakaan kecil menuju kantin SMP. Di situ ia melihat ada Eri dan Clara sedang mengobrol. Irfin mendekati mereka dan menyapa.

              Eki, Clara, kok di sini? Emang Biologi udah selesai?

              Eh Irfin balas Eri. Kita lagi bolos nih

              Ooo

              Oh iya Irfin! Makasih banget ya, udah nolongin kita semua tadi

              Hah? Kapan?

              Tadi! Masa elo nggak inget sih!? ......... Eh kapan ya? Kok gue jadi lupa sih!? Tadi kayanya ada apa gitu. Clar, lu tau nggak?

              Gue juga ngerasa tadi kayanya ada apa gitu jawab Clara. Kok gue juga jadi ikut-ikutan lupa sih?

              Irfin sedikit bingung. Bukankah kejadian tadi hanya mimpi? Mengapa Eri dan Clara merasa pernah ditolong Irfin? Dan mengapa mereka lupa?

              Kemudian Irfin meninggalkan dua orang itu dan bermaksud untuk menuju pintu jeruji depan sekolah. Namun tiba-tiba Eri memanggilnya.

              Irfin! Kok elu gaya jalannya berubah sih!?

              Eh? Irfin juga sedikit terkejut. Iya ya, kok gue tanpa sadar udah ninggalin gaya jalan gue ya? Padahal gue sama sekali nggak niat kok.

              Tapi kan bagus, Fin!

              Oooh gitu ya Irfin pun menjauhi mereka dan berjalan dengan gaya berjalan yang wajar. Ia tak tahu akan pergi ke mana. Dan entah mengapa ia berjalan menuju hall, seakan ada yang memanggilnya ke situ. Setelah menempuh puluhan anak tangga, Irfin pun sampai di tempat itu.

              Tak ada siapa-siapa di situ, namun entah mengapa ia berjalan ke tengah lapangan basket itu. Tiba-tiba ada yang memanggilnya dari belakang.

              Irfin

              Irfin pun kaget. Ia menoleh ke belakang.

              Amanda!? seru Irfin dengan kaget. Elo beneran ada!? Tadi itu mimpi kan!?

               Amanda sedikit menunduk dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

              Tapi

              Begini, kata Amanda memulai penjelasannya, biar gue ceritain selengkap mungkin. Pas gue lagi jalan-jalan bareng temen, orang yang namanya Ardoelo tau Ardo kan? Yang tadi itu lodengan seenaknya membawa gue ke sekolah ini, ke lapangan yang di depan mesjid itu. Gue sedikit kesel sih, tapi gue maklumin aja. Abis itu gue disuruh nyopot-nyopotin bata di situ, terus gue dan dia diserang ama cairan kaya darah-darah gitu deh. Nggak tau kenapa, suasana sekolahnya berubah. Terus dia bawa gue ke lantai tiga, dan gue disuruh nunggu di perpustakaan itu. Dia bilang kalo entar bakal ada yang dateng mau nyelametin gue. Gue bingung, apa sih maksud tuh orang ngerencanain begituan? Dan juga emangnya gue penakut, pake diselametin segala. Terus dia bilang yang nyelametin gue itu elo. Abis itu dia bilang lagi kalo elo udah berubah jauh daripada elo yang dulu. Dia juga ngasih gue password supaya gue bisa masuk nemuin dia kalo misalnya gue udah percaya. Gue sih nggak percaya tapi ternyata bener elo emang kaya yang dia ceritain. Akhirnya gue kesel, terus tadi pas mau ninggalin eloinget kan?gue sok-sok Daaa~h gitu kan? Itu supaya elo berubah, sekalian mau ngerjain elo biar marah sori ya. Walaupun Ardo ngomongnya udah berubah pikirannggak mau lagi nolongin elo, tapi ternyata dia baik, dia masih mau nolongin elo. Nggak tau gimana caranya, dia buat supaya pintu kecil yang di dinding itu keliatan. Terus dia bilang kalo sifat jantan elo bakal keluar pas ngebuka pintu itu. Balik lagi ke waktu pas dia ngomong kalo elo bakal nyelametin gue, dia bilang kalo gue, elo, sama tuh orang lagi berada di dunia laindunia buatan dia, yang pintu masuknya ada dua: satu di lapangan basket atas, satu lagi di lapangan depan mesjid itu. Nah, pas gue mau dibalikin ke tempat semula, guenya nggak mau. Gue bilang gue mau di sekolah ini sebentar, sekalian ngeliatin elo. Dia sih nggak peduli gue mau gimanajahat ya?terus dia ninggalin gue. Ya karena bosen gue naik ke lapangan basket di atas. Agak lama sih gue di situ, terus gue bosen lagi. Gue balik lagi ke bawah gue ngeliat elo nantangin Ardokeren abis!!!itu baru jantan, Fin. Aduh gue aus nih, kebanyakan ngomong sih. Ke kantin yuk, biar gue ceritain lagi lanjutannya pas jalan ke sana.

              Irfin dan Amanda pun berjalan menuruni tangga.

              Oh iya! seru Irfin, teringat sesuatu. Gimana caranya orang-orang dipindahin ke dunia lain itu? Terus kok mereka lupa kejadiannya?

              Amanda pun tersenyum dan menjelaskan, Ingetin ya, kalo mau masuk ke dunia lain, kita harus ngatur bata-bata duluperlu dua orang. Terus abis masuk ke dunia lain, kita bisa balik lagi, nggak perlu ngatur batanya lagi, soalnya udah diatur pas perginya. Tapi abis kita pulang, setting batanya kembali lagi kaya belum diapa-apain. Gini... Abis nganterin gue ke lantai tiga, dia nggak langsung masuk ke ruang rahasia. Dia keluar dulu, ke dunia ini. Nggak tau gimana caranya, Ardo mindahin orang-orang sekolah ini ke lapangan depan mesjid....

              Nah, mindahin bata-batanya gimana?

              Hm... mungkin sebelum mindahin orang-orang, dia ngatur bata-batanya dulu... dia nyuruh orang kali buat ngebantuin dia.... Dan kayanya, setting buat puzzle batanya itu dibuat supaya orang yang berdiri di lapangan itu dipindahin ke ruang di balik pintu kecil di dinding perpustakaan lantai tiga.... Terus abis semua orang dipindahin, dia nge-set ulang batanya lagi.... Tapi siapa yang ngebantuin dia ya...?

              Orang yang ngebantuin dia sebelumnya! Pasti orang itu sengaja nggak dibawa ke dunia lain....

              Iya juga ya.... Nah, Ardo terus pergi lagi ke dunia lainsekalian ama elo, yang lagi ada di lapangan basket atas.

              Jadi semua diaturnya di lapangan depan mesjid itu ya?

              Iya. Terus kan gue sama Ardo ninggalin elo di ruang rahasia. Terus elo nyelametin orang-orang sekolah ini kan? Ardo mindahin mereka semua ke lapangan depan mesjid itu lagi buat dibalikin. Mereka dibuat supaya ngelupain kejadian itu, tapi nggak bener-bener lupasupaya mereka punya rasa terima kasih ama elo....

              Oooh... tapi kenapa Ardo harus buru-buru balik ke dunia ini? Dan elo kok bisa balik lagi?

              Hm... gue merhatiin si Ardo nge-set kaya jam gitu deh. Jadi kayanya dunia yang dia buat itu cuman bertahan beberapa jam.... Gue bisa balik lagi soalnya abis nonton elo nantangin Ardo, gue langsung balik lagi ke lapangan basket atas.

              Oooh... ngomong-ngomong elu nggak malu diliatin ama orang-orang pas ngatur bata itu?

              Gue liat sih nggak ada yang merhatiin gue.... Gue kaya nggak keliatan gitu deh.

              Oooh... hebat ya Ardo itu... bisa melakukan hal-hal aneh yang nggak bisa dikerjain oleh manusia biasa.... Ardo itu siapa sih.........?

              Gue juga nggak tau.........

              Selama beberapa detik mereka terdiam, merenung. Namun akhirnya mereka tidak mempermasalahkan misteri mengenai Ardo.

              Terus elo kok nggak sekolah? Bolos ya!?

              Lagi libur kok.... kata Amanda menyangkal, kemudian memasuki kantin SMU Labschool. Irfin mengikutinya. Amanda memesan Aqua gelas dan menanyakan apa yang ingin diminum Irfin. Irfin juga sama, Aqua.

              Eh, Irfin, bisik Amanda setelah membeli minuman. Elo... mmm... elo... mau nggak... jadi cowok gue....

              !!!!!!!!!! Irfin kaget setengah mati. Amanda, seorang gadis yang cantik, menembak dirinya!? [Nggak mungkin.... Ini pasti bohong, pasti becanda!]

              Bebeneran!? tanya Irfin ragu-ragu, dengan wajah memerah. Ia sendiri heran, mengapa jantungnya berdebar-debar.

              Ya iyalah ngapain gue bohong Wajah Amanda juga memerah.

              Tapi Irfin heran. Kenapa elo milih gue? Emang ada sesuatu yang elo sukain dari gue? Elo nggak milih Ardo yang jauh lebih bagus dari gue?

              Amanda kelihatan agak sedih.

              Oh gitu. Ardo orangnya jahat sih, ama gue dia sama sekali nggak merhatiin gue dari awal. Dan intinya, elo nolak gue ya sori deh.

              Eh tunggu! Bukan gitu maksudnya

              Apa?

              Gue mau kok jadi cowok elo.

              Amanda langsung tersenyum bahagia. Mereka pun mulai berpacaran ^_^;;;. Mereka saling meminta alamat, nomor telepon, dan nomor handphone. Setelah itu, Irfin bergegas menuju masjid untuk shalat Jumat (Irfin sudah diwajibkan mengikuti shalat Jumat).

              Beberapa hari kemudian, Irfin terlihat sudah mulai berbaur dengan teman-teman seangkatannya. Musuh-musuh Irfin juga sudah menganggap Irfin sebagai teman mereka. Sekarang Irfin sudah menjadi seorang lelaki sepenuhnya, meninggalkan kehidupannya sebagai manusia berjenis peralihan yang telah dianggap sebagai bulan-bulanan. Dengan demikian, terangkatlah harkat, derajat, dan martabat Irfin sebagai seorang lelaki.

 

TAMAT


Enter supporting content here